Reaksi

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
|| REAKSI || -- Tayang setiap hari MINGGU jam 20:30 -- Tayang ULANG setiap hari SELASA jam 22:00 -- || SOUNDXPLORE || -- Tayang setiap hari MINGGU jam 21:00-22:00 -- Tayang ulang setiap hari KAMIS jam 22:00 di Bandung TV, yessss..!!!!!

5 Des 2010

Unite For Humanity

Unite For Humanity

@ BTM, Sabtu 13 November 2010
Take By Reaksi Are-me Division

Read More..

Opening "The Illuminator Artwork Exhibition 2010"

(Reaksi File) Opening "The Illuminator Artwork Exhibition 2010"

 @ Galeri Padi, Jumat 19 November 2010
Take By Reaksi Are-me Division


Read More..

28 Okt 2010


"MARDUK" - Asian Black Death Redemption 2010




Time       : Sunday, December 12 · 2:30pm - 9:00pm

Location  : Bulungan, Jakarta

More Info : Pentia Quantum Presents 

MARDUK : "Asian Black Death Redemption 2010"

Ticket Price :
- Pre Sale : Rp 100.000 (1 November - 6 Desember 2010)
- Normal Price : Rp 150.000

Opening act :
Draconis Infernum, HellsGods, Madness Eternal, Trauma, Gelap

Ticket Box :

**********JAKARTA
Twins Music (Blok M) : 021 98355044
Solucites : 021 93386006
Rajakarcis : 021 8282137
Dapurletter.com : 085692336522
Her Shining Dark : 085716928151
Detik.com : 021 7944473
Aquarius Mahakam : 021-7208413
Alay : 021 91795666
Music Club ( PI ) : 021 75920443
Shownation : 021-7331748
Ananda Distro : 0857 1057 7892
Undying Music : 085782095227
PramborsStore : 081320631691-02126731200
Fauzan Pentia : 0817756201999 - 02197603312

**********BEKASI
Doni Rawalumbu : 021 91372538
Grindtech Store : 08159213046

**********TANGERANG
W.O.C : 021 91857850 | Begenk : 08567081321 | Bizare : 08979402988

**********BANDUNG
Riotic Distro : 022 70810550
Bandung TV : 08179200080
uncluster.com : 085624439805
Blackmass Emporium : 02276638837 - 0229284462

**********YOGYAKARTA
Sparagoza : 08562856003, 081328030098


Suporting by :
**********Solucites Metal Army

Pembelian Ticket di Solucites Contact :
Erma Sani, bisa dilakukan melalui Online

Mekanisme Pembelian :
1. Telp ke Solucites (No Telp tsb di atas) atau email ke erma@solucites.com untuk konfirmasi tiket PRE SALE masih available atau tidak

2. Ketika telah Confim, Transfer ke Rek

BCA KCP Mal Pondok Indah Jakarta Selatan
No. 7310062370
a/n ERMA NURUL SANI

3. Fax / scan bukti transfer disertai tulisan Nama,Alamat, Jumlah Ticket yg dipesan No KTP, No HP ke 021-72786437 atau email scan bukti transfer ke erma@solucites.com

4. Simpan bukti transfer asli untuk ditukarkan ke Ticket Box Solucites hari H di venue (mulai jam 14.00 WIB) sambil membawa Bukti Transfer asli untuk pencocokan data juga ID pengenal

Check This Link :
http://www.marduk.nu/tours.htm
Read More..

24 Okt 2010

Panceg Dina Galur Komunitas Metal Bandung...

Panceg Dina Galur Komunitas Metal Bandung... 
Written by New KAsep     

”…Panceg dina galur/babarengan ngajaga lembur. Moal ingkah najan awak lebur…” (Teguh dalam pendirian, bersama-sama menjaga kampung dan persaudaraan. Tidak akan bergeming walaupun badan hancur lebur). Petikan naskah kuno Amanat Galunggung yang dituliskan Rakeyan Darmasiksa (Raja Sunda Kuno yang hidup pada 1175-1297 Masehi) itu disadur menjadi lirik lagu berjudul ”Kujang Rompang” oleh Jasad, sebuah band beraliran death metal asal Bandung. Lagu ini ikut memeriahkan Deathfest IV, festival akbar death metal yang diadakan di Lapangan Yon Zipur, Ujungberung, Bandung, Sabtu (17/10). Ribuan anak muda, mulai dari pelajar SMP hingga mahasiswa, larut dalam hiruk-pikuk event musik metal yang disebut-sebut terbesar di Asia ini.
  
Filosofi panceg dina galur bukanlah sekadar inspirasi dalam berkarya musik bagi Jasad, melainkan juga menjadi pandangan hidup seluruh anggota dan penggemar musik metal di Bandung, khususnya yang bernaung di daerah Ujungberung.

”Mau seperti apa pun kita, macam mana bungkusnya, yang penting grass root (akar bawah) harus kuat. Harus sadar dan jangan lupakan budaya kita,” ujar Mohammad Rohman, vokalis Jasad.
Bagi masyarakat awam, bahkan dibandingkan komunitas band metal lainnya di Indonesia maupun dunia, keberadaan subkultur band death metal asal Ujungberung ini merupakan sebuah paradoks. Musik metal, tetapi lirik dan pesan nyunda adalah perpaduan yang sulit ditemukan di tempat lain.

Ketika di banyak tempat sub-subkultur atas nama aliran musik berhaluan Barat macam punk, grunge, maupun grindcore gencar melakukan perlawanan budaya lokal, entitas penggemar musik metal Ujungberung yang berada di wadah Ujungberung Rebels dan Bandung Death Metal Sindikat itu justru melakukan hal sebaliknya.

Sebagai contoh, konser Death Festival IV yang diikuti 12 band death metal itu mengangkat tema kampanye penggunaan aksara kuno. Di festival yang menjadi salah satu pembuka penyelenggaraan Helar Festival 2009 (festival industri kreatif di Bandung) itu, panitia membagi-bagikan leaflet mengenai cara menulis aksara sunda kuno kagana kepada penonton yang rata-rata masih berusia ABG.

”Di sekolah-sekolah, saya lihat, ini (kagana) tidaklah diajarkan. Daripada kelamaan menunggu pemerintah bertindak, kami duluan saja yang mulai bergerak,” ujar Rohman yang biasa disapa Man ”Jasad” ini di sela-sela konser.

Di luar panggung, Man dan kawan-kawannya kerap memakai iket kepala sebagai penanda identitas kultur Sunda. Meski, sehari-harinya mereka tidak lepas dari jaket kulit hitam maupun aksesori anting-anting dan tato.

Upaya mengenalkan tradisi Sunda tidak terhenti di sana saja. Di dalam berbagai kesempatan, anak-anak Bandung Death Metal Sindikat kerap menyisipkan pertunjukan karinding, celempung, dan debus.
”Kesenian karinding yang selama 400 tahun tenggelam coba kami hidupkan kembali,” tutur Dadang Hermawan, anggota Bandung Death Metal Syndicate. ”Di tiap Minggu dan Jumat melakukan tumpek kaliwon di Sumur Bandung dan Tangkuban Parahu untuk membicarakan kesenian Sunda,” tutur Man Jasad kemudian.

Terbanyak di dunia
Kelompok band metal yang ada di Ujungberung bahkan disebut-sebut yang terbanyak di dunia. Sejak awal 1990-an hingga kini, band-band metal tumbuh subur di Ujungberung. Saat ini terdapat sekitar 200 band metal hanya di wilayah pinggiran Kota Bandung ini.

”Padahal, Bandung hanya kota kecil jika dibandingkan dengan kota-kota di Jerman. Apalagi, di sini band-band ini kan harus dikondisikan bisa bertahan hidup di tengah banyak persoalan dan tekanan aparat,” tutur Philipp Heilmeyer, mahasiswa sosial-antropologi Goethe Universitat Frankfurt, terheran-heran.

Philipp sudah tiga bulan ini berada di Bandung untuk melakukan prapenelitian mengenai kehidupan kaum metal di Ujungberung ini. Hal lain yang menarik perhatiannya adalah mengapa komunitas metal di Ujungberung ini bisa bertahan justru dengan tetap berpijak pada nilai-nilai tradisi.

”Di Jerman, kaum metal biasanya lekat dengan kebiasaan mabuk-mabukan dan narkoba. Tetapi, mereka di sini malahan melakukan ini,” ucapnya sambil merujuk kegiatan sosialisasi aksara kagana yang dilakukan Bandung Death Metal Sindikat.

Yang disesalkan Aris Kadarisman (35), pentolan grup band Disinfected, masyarakat, khususnya kepolisian, melihat kaum metal justru dari sisi kelamnya.

Perang melawan stigma bahwa musik metal tidak identik dengan kekerasan, narkoba, dan semacamnya menjadi semakin sulit pascatragedi konser maut grup band Beside di Asia Africa Culture Center yang mengakibatkan tewasnya 11 penonton, Februari 2008. ”Padahal, ini terjadi lebih karena persoalan teknis, tidak cukupnya kapasitas tempat,” ucapnya.

Kemandirian ekonomi
Di tengah-tengah dorongan untuk mewujudkan mimpi memiliki gedung konser yang representatif, anak-anak metal ini seolah-olah terusir dari kota kelahirannya. Konser di gedung maupun tempat terbuka kini menjadi hal langka buat mereka. Deathfest IV pun bisa terwujud karena menggandeng kegiatan Helarfest 2009.

Kondisi ini pun disayangkan Ketua Bandung Creative City Forum Ridwan Kamil. Menurut dia, jika dilihat lebih jauh dari dalam, komunitas metal di Bandung menyimpan keunggulan yang luar biasa besar. Keunggulan itu terutama soal kemandirian ekonomi.

Dari musik yang diciptakan, didukung loyalitas para penggemarnya, secara tidak langsung itu menumbuhkan pula industri fesyen, rekaman, bahkan literasi.

Setidaknya, ada enam titik simpul industri fesyen yang dirintis sesepuh band metal di Ujungberung semacam Scumbagh Premium Throath yang didirikan almarhum Ivan Scumbag dari Burgerkill.
”Jika musisi lain itu filosofnya adalah musik untuk kerjaan, kami justru sebaliknya. Dari kerjaan, bisnis, ya untuk menghidupi musik,” tutur Dadang. ”Sebab, musik ini adalah the way of life kami. Tidak semuanya bisa dinilai dengan uang. Art is art, money is money,” ucap Man Jasad menimpali.

Tidak diragukan lagi, kekuatan ketabahan hati dan pikiran inilah yang membuat kelompok metal di Bandung ini tetap bertahan. Persis sesuai dengan paradigma mereka: panceg dina galur, moal ingkah najan awak lembur! (Yulvianus Harjono)






Read More..

PANCEG DINA JALUR

PANCEG DINA JALUR :  UJUNGBERUNG REBELS

Oleh Kimung

Ujungberung adalah sebuah kota kecamatan di bandung bagian paling timur. Daerah ini berada pada ketinggian 668 m di atas permukaan laut, berbatasan dengan Kecamatan Cibiru di timur, Kecamatan Arcamanik di barat, Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung di utara, dan Kecamatan Arcamanik di Selatan. Kecamatan Ujungberung mempunyai luas wilayah 1.035,411 Ha, dengan jumlah penduduk 67.144 jiwa. Sejak dulu, Ujungberung terkenal sangat kental dengan seni tradisionalnya, terutama seni bela diri benjang, pencak silat, angklung, bengberokan, dan kacapi suling.
Kultur kesenian rupanya tak lekang dari generasi muda Ujungberung walau Ujungberung kemudian dibom oleh kultur industri. Daya eksplorasi kesenian yang tinggi membuat tipikal seniman-seniman muda Ujungberung terbuka terhadap segala pengaruh kesenian. Salah satu yang kemudian berkembang pesat di Ujungberung selain seni tradisional adalah musik rock/metal.

Ujungberung 1990
Masih tak jelas kapan rock/metal masuk ke Ujungberung. Agaknya, sejak booming Guns n Roses, Metallica, dan Bon Jovi di Indonesia, Ujungberung tak ketinggalan tren ini. Walau dalam kondisi yang sangat terbatas beberapa gelintir kaum muda Ujungberung membentuk band dan memainkan lagu-lagu band rock favorit mereka. Di kalangan komunitas Ujungberung Rebels sekarang, Kang Koeple (kakak Yayat-produser Burgerkill) dan Kang Bey (kakak Dani-Jasad) bisa disebutkan sebagai generasi awal pemain band rock di Ujungberung. Pertengahan tahun 1980an hingga awal 1990an, mereka memainkan lagu-lagu rock semacam Deep Purple, Led Zeppelin, Queen, dan Iron Maiden selain juga menciptakan lagu sendiri.
Era ini kultur panggung yang berkembang Ujungberung, dan juga di Bandung, adalah kultur festival. Band tandang-tanding di sebuah festival musik dan band yang menang akan masuk dapur rekaman. Kita mungkin masih ingat Rudal Rock Band, salah satu band rock yang lahir dan sukses dari kultur ini. Saat itu saya masih kelas lima SD ketika tercengang-cengang melihat penampilan pemain bass-nya yang membetot dawai bass penuh energi. Mirip Cliff Burton. Sejak itu saya bercita-cita menjadi seorang pemain bass dan memainkan musik metal sekencang-kencangnya!
Agaknya ketercengangan yang sama menginspirasi generasi adik-adik Kang Koeple dan Kang Bey untuk mendirikan band. Tahun 1990 di Ujungberung, Yayat mendirikan Orthodox bersama Dani, Agus, dan Andris. Orthodox memainkan Sepultura album Morbid Vision dan Schizophrenia. Sementara itu di Ujungberung sebelah barat, Sukaasih, berdiri Funeral dan Necromancy. Funeral digawangi AamVenom, Uwo, Iput. Mereka memainkan lagu-lagu Sepultura, Napalm Death, Terrorizer. Sementara itu, Necromancy memainkan lagu-lagunya Carcass dan Megadeth. Band ini dua kali merombak personilnya berdasarkan musik yang mereka mainkan. Era crossover Necromancy terdiri dari Dinan (Vox), Oje (gtr), Aria (bass), Punky (dr). Era metal terdiri dari Dinan (vox), Oje (gtr), Andre (gtr), Boy (bass), Punky (Dr). Andre kini kital kenal sebagai gitaris Full of Hate.
Di Ujungberung sebelah timur, tepatnya di daerah Cilengkrang I, Tirtawening, berdiri Jasad yang digawangi Yulli, Tito, Hendrik, Ayi. Mereka membawakan lagu-lagu Metallica dan Sepultura. Pertama kali saya melihat Jasad ketika saya kelas 2 SMP ketika mereka manggung di sebuah festival rock di Alun-alun Ujungberung. Masih terkenang bagaimana Alun-alun dipenuhi pemuda gondrong berstelan hitam-hitam. Ingar bingar menghajar atmosfer sore itu. Jasad memainkan lagu Metallica saat itu dan untuk kedua kalinya saya tercengang melihat penampilan band rock. Sementara itu, di Cilengkrang II kawasan Manglayang, berdiri band Monster yang membawakan heavy metal ciptaan sendiri dengan motor gitaris Ikin, didukung Yadi, Abo, Yordan, Kenco, dan Kimung.
Yang unik, perkenalan para pionir ini berawal dari tren anak muda saat itu : main brik-brikan. Dinan (Necromancy) pertama kali kenal dengan Uwo-Agus (Funeral) dari jamming brik-brikan. Pun di kawasan Manglayang. Para personil Monster adalah para pecandu brik-brikan. Mereka berbincang mengenai musik, saling tukar informasi, dan akhirnya bertemu, membuat band, dan membangun komunitas. Selain brik-brikan, faktor kawan sesekolah juga menjadi stimulan terbentuknya sebuah band. SMP 1 Ujungberung—kini SMP 8 Bandung—menyumbangkan Toxic—Addy-Ferly-Cecep-Kudung—yang merupakan cikal bakal dari Forgotten. Band anak-anak SMP ini berdiri sekitar tahun 1991 atau 1992. Addy kita kenal sebagai vokalis Forgotten. Sementara Ferly adalah gitaris Jasad sekarang. Belum lagi band-band di SMA 1 Uungberung—kini SMA 24 Bandung—yang tak tercatatkan saking banyaknya.
Yang sangat mengagumkan di era ini adalah mereka telah memiliki radio komunitas yang dibuat dan diurus sendiri. Radionya bernama Salam Rama Dwihasta, di kawasan Sukaasih, berdiri tahun 1992 ketika metal semain menggila di Ujungberung. Radio ini radio biasa, tapi memilki program khusus lagu-lagu metal/death metal/grindcore. Nama programnya “Bedebah” dan mengudara setiap sore. Ketika permetalan didominasi heavy metal, “Bedebah”-nya Salam Rama Dwihasta sudah menggeber gelombang dengan Napalm Death, Carcass, Terrorrizer, Morbid Angel. Dua penyiarnya adalah Agung dan Dinan. Kabarnya, Dinan masih berseragam putih abu saat itu. Di balik usia belia mereka, saya merasakan semangat luar biasa dari para pionir ini dalam upaya menyebarkan musik metal di Ujungberung dan Bandung. Salut lur! Generasi ini juga tumbuh dalam kultur festival. Mungkin selain festival, panggung kecil agustusan dan event-event sekolah semacam kelulusan atau samen adalah ajang mereka berunjuk gigi.

Generasi Pendobrak : Homeless Crew dan Ujungberung Rebels
Kultur festival yang dirasa kurang bersahabat membuat gerah segelintir musisi muda. Dalam festival mereka harus memenuhui banyak syarat. Harus memainkan lagu band anu-lah, harus jadi gini lah, jadi gitu lah, pendeknya festival menuntut band untuk menampilkan wajah sama, bermanis muka agar menang di depan sponsor atau produser. Hal itu memangkas semangat ekspresi rock/metal juga semangat terdalam dan manusiawi dalam diri seorang seniman untuk berkarya. Dengan kesadaran baru itu gelintiran musisi muda Ujungberung maju dan merangsek jalanan.
Akhir tahun 1993, muncul kekuatan baru dari Ujungberung. Masa ini berdiri Studio Palapa, sebuah studio latihan musik milik Kang Memet yang dikelola Yayat dan Dani (Orthodox). Studio ini kemudian menjadi kawah candradimuka band-band Ujungberung hingga melahirkan band-band besar, kru-kru yang solid, dan musisi-musisi jempolan. Studio Palapa juga yang kemudian melahirkan rilisan-rilisan kaset pertama di Indonesia. Mereka merekam lagu-lagu dengan biaya sendiri, mendistribusikan sendiri, melakukan semua dengan spirit Do It Yourself. Dari sepuluh band independen di Indonesia yang tercatat Majalah Hai tahun 1995, tiga di antaranya berasal dari Ujungberung. Mereka adalah Sonic Torment, Jasad, dan Sacrilegious. Label dan perusahaan rekamanyang mereka kibarkan adalah Palapa Records.
Tahun 1995, di Ujungberung berdiri sebuah perkumpulan anak-anak metal bawahtanah yang menamakan diri sebagai Extreme Noise Grinding (ENG). Organisasi inilah cikal bakal segala dinamika Ujungberung Rebels, hingga hari ini. ENG digagas para pionir seperti Yayat dan Dinan sebagai wadah kreativitas anak-anak Ujungberung. Propaganda awal mereka adalah membuat sebuah media sharing antar dan inter komunitas musik metal bawahtanah berbentuk zine dengan nama Revograms. Zine ini disebut-sebut sebagai zine pertama di komunitas musik bawahtanah dan juga komunitas independen Indonesia. Revogram digagas Dinan dan dilaksanakan Tim Redaksi Revogram beranggotakan Ivan, Kimung, Yayat, Dandan, Sule, Gatot. Propaganda selanjutnya adalah membuat acara musik Bandung Berisik Demo Tour yang lalu dikenal sebagai Bandung Berisik I. Di acara ini lima belas band Ujungberung unjuk gigi, ditambah bintang tamu Insanity dari Jakarta. Hingga kini, Bandung Berisik tetap diusung masyaraat metal Ujungberung selain tiga pergelaran khas Ujungberung lainnya, Death Fest, Rottrevore Death Fest, dan Rebel Fest.
Setelah Bandung Berisik, propaganda dilanjutkan dengan merencanakan sebuah kompilasi band-band Ujungberung sebagai manifestasi atas eksistensi komunitas. Kompilasi tersebut memuat 16 band metal Ujungberung dan bertajuk Ujungberung Rebels. Kompilasi ini dirilis Musica dengan judul Independen Rebels dengan nilai transaksi 14 juta tahun 1998. Namun demikian, nama Ujungberung Rebels tak lantas pudar. Nama ini kemudian menjadi identitas komunitas musik metal bawahtanah Ujungberung, berdampingan dengan nama Homeless Crew yang merujuk pada gaya hidup musisi Ujungberung yang hidup di jalanan dan bohemian.
Keuntungan kompilasi Independen Rebels kemudian dijadikan modal mendirikan sebuah distro yang menampung hasil kreativitas anak-anak Ujungberung dan Indonesia pada umumnya, oleh Yayat selaku produser. Distro yang lalu berdiri bernama Rebellion, bertempat di jl. Rumah Sakit. Kabarnya, Rebellion adalah distro kedua di Indonesia setelah Reverse Outfit. Belakangan,Rebellion pindah, bersinergi dengan Pisces Studio. Pisces adalah studio milik Dandan ketika Kang Memet akhirnya memutuskan menjual alat-alat band Studio Palapa, Februari 1997.
Sementara dinamika rilisan kaset menggila, begitu juga dengan zine dan media. Zine kedua setelah Revogram adalah Ujungberung Update. Mereka yang berada di balik Ujungberung Update adalah Addy Gembel, Amenk, dan Sule. Merekalah yang kemudian membuat istilah tren saat itu : Gogon, singkatan dari Gosip-gosip Underground. Setelah Ujungberung Update, kemudian lahir Crypt from the Abyss yang diasuh oleh Opick Dead, gitaris Sacrilegious saat itu, Loud n’ Freaks yang diasuh oleh Toto, penabuh drum Burgerkill, dan The Evening Sun yang diasuh Dandan sang drummer Jasad. Belakangan, tahun 2000an, Toto bersinergi dengan Eben membuat zine NuNoise, salah satu zine progresif yang mengkover pergerakan musik termutakhir. Zine lainnya yang fenomenal dan terus bergerak hingga kini adalah Rottrevore yang diasuh oleh Rio serta Ferly, gitaris Jasad, merupakan media propaganda musik metal. Belakangan, Rottrevore berkembang menjadi perusahaan rekaman khusus musik metal. Rottrevore dimiliki grinder Jakarta, Rio, tapi dikelola oleh anak-anak Ujungberung Rebels.

Achievements & Events
Baby Riots adalah sebutan anak-anak Ujungberung Rebels bagi pasukan tempur bentukan Butchex, pentolan band The Cruels dan Mesin Tempur. Awalnya, karena perkembangan Ujungberung Rebels yang semakin pesat secara kualitas maupun kuantitas maka mulai terasa konflik dan gesekan dengan masyarakat sekitar. Ujungberung yang berkultur indsutri dan merupakan daerah peralihan yang gantel—kampung bukan, kotapun bukan—melahirkan banyak juga komunitas lain yang serba tanggung dan kemudian lazim kita namakan preman. Mereka kurang senang melihat anak-anak Ujungberung dengan segala totalitasnya, wara-wiri di jalanan mulai dari Pasar Ujungberung hingga jl. Rumah Sakit. Bentrokan dengan preman-preman pun mulai terjadi. Awalnya hanya hangat-hangat tahi ayam, namun ketika semakin kompleks dan merambah ke kekerasan dan perkelahian, maka Ujungberung Rebels merasa harus membuat pasukan sendiri yang di dalamnya terdiri dati mesin-mesin tempur berdaya ledak tinggi. Maka terbentuklah Baby Riots. Baby Riots tak lantas hanya berperan sebatas mesin tempur. Mereka juga ngeband dan banyak menghasilkan karya-karya. Band-band punk Ujungberung asuhan The Cruels adalah beberapa di antaranya selain juga metalhead-metalhead muda yang gejolaknya selalu membara. Musikalitas dan attitude mereka juga tak diragukan lagi.
Musikalitas pula, serta berbagai pencapaian mereka, yang semakin mengokohkan eksistensi anak-anak Ujungberung Rebels. Berbagai rekaman dirilis di komunitas ini dan mewarnai dinamika pergerakan msik metal bawahtanah di Indonesia. Beberapa band sempat dirilis di luar negeri seperti Jasad yang dirilis di Amerika dan Forgotten di Jerman dan Eropa Timur. Pencapaian fenomenal lainnya jelas diraih Burgerkill yang kemudian menjebol label besar, Sony Music Indonesia untuk kontrak enam album, sekaligus mendapatkan penghargaan prestisius di bidang musik dalam ajang Anugerah Musik Indonesia 2004 dengan menyabet kategori Best Metal Production untuk albumnya Berkarat. Belakangan, Burgerkill meninggalkan label besar mereka setelah merasa tak bisa lagi jalan bersama. Ini pula yang menjadi titik lahirnya label Revolt! Records yang menaungi album ketiga Burgerkill, Beyond Coma and Despair. Album ini sangat sukses dan fenomenal dalam pencapaian Burgerkill, dan jelas komunitas Ujungberung Rebels. Berbagai kritik positif dan penghargaan datang menyambut album ini. Terakhir, Beyond… dinobatkan majalah Rolling Stone sebagai salah satu dari 150 album sepanjang masa di Indonesia. Dan Burgerkill memang layak mendapatkan itu, setelah sebelumnya mereka membayar dengan harga yang sangat tak terhingga mahal : meninggalnya sang vokalis, Scumbag Begundal Hardcore Ugal-ugalan.
Kuatnya para musisi Ujungberung dalam memegang prinsip membuat komunitas ini tetap hidup dan dinamis hingga sekarang. Idealisme itu kemudian mereka manifestasikan dalam pergelaran-pergelaran musik yang mereka garap sendiri dan pada akhirnya membuaka ruang juga untuk musisi-musisi di luar Ujungberung untuk ikut berpartisipasi dalam dinamika Ujungberung Rebels. Tiga pergelaran musik yang khas Ujungberung Rebels selain event legendaries Bandung Berisik, adalah Rebel Fest, Rottrevore Death Fest dan Death Fest. Yang menarik, dari pergelaran ini adalah fakta bahwa pergelaran menjadi salah satu ajang regenerasi komunitas Ujungberung Rebels. Selain itu, anak-anak Ujungberung menajdikan pergelaran mereka sebagai ajang mempertunjukan kesenian tradisional sebagai pembuka atau penutup acara. Salah satunya adalah kesenian debus yang ditanggap anak-anak Ujungberung di ajang Death Fest II tahun 2007. Yang paling mengagumkan dari pergelaran yang digelar anak-anak Ujungberung adalah prestasi mereka mengumpulkan 25.000 penonton dalam acara Bandung Berisik IV di Stadion Persib, Bandung tahun 2004. Pencapaian ini diklaim memecahkan rekor pergelaran musik bawahtanah terbesar se-Asia oleh majalah Time Asia.

Ekonomi Kreatif Ujungberung Rebels
Dinamika pergerakan Ujungberung Rebels semakin menggurita saja dari hari ke hari. Kini setidaknya ada tiga lahan garapan ekonomi kreatif yang berkembang di komunitas Ujungberung Rebels, yaitu fesyen, rekaman, dan literasi. Yang paling subur adalah indsutri fesyen. Setidaknya ada enam industri fesyen yang digagas para pentolan Ujungberung Rebels, mulai dari Media Graphic dan distro Chronic Rock yang dijalankan Eben, Distribute yang dijalankan Pey, Reek yang dijalankan Ferly dan Man, Melted yang dijalankan Amenk dan Andris, CV Mus yang dijalankan Mbie, serta Scumbag Premium Throath yang ini diteruskan Erick sepeninggal Ivan.
Di bidang industri rekaman, Ujungberung memiliki dua perusahaan rekaman yang sangat dinamis, Rottrevore Records yang dijalankan Rio dan Ferly serta Revolt! Records yang dijalankan Eben. Rottrevore bahkan memiliki media literasi berupa majalah metal kencang bernama Rottrevore Magazine. Pentolan Ujungberung lainnya yang aktif di dunia literasi adalah Iit dengan toko buku Omuniuum-nya serta Kimung dengan zine MinorBacaanKecil dan penerbitan Minor Books yang menerbitkan biografi Ivan, Myself : Scumbag Beyond Life and Death, sebuah buku fenomenal, bagian dari trilogi sejarah Ujungberung Rebels dan Bandung Underground.
Tentu selain tiga lahan garapan tersebut masih banyak yang lainnya seperti bisnis warnet yang dikelola Kudung atau toko musik atau sentra kuliner. Semua lahan garapan pentolan-pentolan anak-anak Ujungberung Rebels tersebut jelas membuka lebar perbaikan perekonomian minimal di kalangan internal Ujungberung Rebels sendiri, maksimal ya…mungkin membayarkan hutang Indonesia raya yang bejibun itu.
Segala pencapaian itu tak datang dengan sendirinya. Segala datang bersama daya konsistensi yang sangat tinggi dan idealisme yang teguh digenggam satu tangan, sementara tangan yang lain menghajar jalanan dengan senjata kreativitas. Tapi kunci dari segalanya adalah keteguhan prinsip. Panceg dina jalur, tidak gamang menghadapi perubahan. Membaca segala perubahan sebagai kulit saja bukan sebuah inti, sehingga ketika harus menyesuaikan diri dengan perubahan tak lantas kehilangan diri tenggelam dalam euforia di permukaan.
Segala pencapaian itu juga harus dikelola dengan sinergi yang positif di antara lahan-lahan garapan kreativitas sehingga akan terus berkembang dan pada gilirannya menyumbangkan hal positif bagi masyarakat kebanyakan. Sebuah sentra bisnis dan pusat pengembangan budaya di Ujungberung pasti akan menjadi wadah yang menampung segala aspirasi dan hasil kreativitas mereka menuju totalitas yang paling maksimal. Mininal gedung konser yang di dalamnya terdapat juga youth center, dan pusat dokumentasi dan pengembangan riset sosial budaya yang memadai. Berangan-angan? Tidak juga! Panceg dina jalur!


Penulis adalah editor Minor Bacaan Keci

Read More..

21 Okt 2010

Exodus - War Is My Shepherd (Reaksi File)

Exodus live in Jakarta
(Wednesday, Sept 29 2010)
Pentia Quantum event,
take by Reaksi Are-me Division
Read More..

Exodus - Bonded By Blood (Reaksi File)

Exodus live in Jakarta
(Wednesday, Sept 29 2010)
Pentia Quantum event, 
take by Reaksi Are-me Division

Read More..

Exodus - Blacklist (Reaksi File)

Exodus live in Jakarta 
(Wednesday, Sept 29 2010) 
Pentia Quantum event
take by Reaksi Are-me Division

Read More..

6 Okt 2010

Saparua - Underground - Indie

KILAS

SEJARAH MUSIK UNDERGROUND INDONESIA

Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70an. Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih liar dan exstrem untuk ukuran zamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu2x yang dimainkan band- band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP.

Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log jugalah yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini adalah album ketiga God Bless, “Semut Hitam” yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.

Menjelang akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami demam usik thrash metal. Sebuah perkembangan style musik metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band2x yang menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth, Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota2x besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga Bali, scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem tersebut.

1. BANDUNG UNDERGROUND
Di Bandung sekitar awal 1994 terdapat studio musik legendaris yang menjadi cikal bakal scene rock underground di sana. Namanya Studio Reverse yang terletak di daerah Sukasenang. Pembentukan studio ini digagas oleh Richard Mutter (saat itu drummer PAS) dan Helvi. Ketika semakin berkembang Reverse lantas melebarkan sayap bisnisnya dengan membuka distro (akronim dari distribution) yang menjual CD, kaset, poster, t-shirt, serta berbagai aksesoris import lainnya. Selain distro, Richard juga sempat membentuk label independen 40.1.24 yang rilisan pertamanya di tahun 1997 adalah kompilasi CD yang bertitel “Masaindahbangetsekalipisan.” Band-band indie yang ikut serta di kompilasi ini antara lain adalah Burger Kill, Puppen, Papi, Rotten To The Core, Full of Hate dan Waiting Room, sebagai satu-satunya band asal Jakarta.

Band-band yang sempat dibesarkan oleh komunitas Reverse ini antara lain PAS dan Puppen. PAS sendiri di tahun 1993 menorehkan sejarah sebagai band Indonesia yang pertama kali merilis album secara independen. Mini album mereka yang bertitel “Four Through The S.A.P” ludes terjual 5000 kaset dalam waktu yang cukup singkat. Mastermind yang melahirkan ide merilis album PAS secara independen tersebut adalah (alm) Samuel Marudut. Ia adalah Music Director Radio GMR, sebuah stasiun radio rock pertama di Indonesia yang kerap memutar demo-demo rekaman band-band rock amatir asal Bandung, Jakarta dan sekitarnya.

Tragisnya, di awal 1995 Marudut ditemukan tewas tak bernyawa di kediaman Krisna Sucker Head di Jakarta. Yang mengejutkan, kematiannya ini, menurut Krisna, diiringi lagu The End dari album Best of The Doors yang diputarnya pada tape di kamar Krisna. Sementara itu Puppen yang dibentuk pada tahun 1992 adalah salah satu pionir hardcore lokal yang hingga akhir hayatnya di tahun 2002 sempat merilis tiga album yaitu, Not A Pup E.P. (1995), MK II (1998) dan Puppen s/t (2000). Kemudian menyusul Pure Saturday dengan albumnya yang self-titled. Album ini kemudian dibantu promosinya oleh Majalah Hai. Kubik juga mengalami hal yang sama, dengan cara bonus kaset 3 lagu sebelum rilis albumnya.

Agak ke timur, masih di Bandung juga, kita akan menemukan sebuah komunitas yang menjadi episentrum underground metal di sana, komunitas Ujung Berung. Dulunya di daerah ini sempat berdiri Studio Palapa yang banyak berjasa membesarkan band-band underground cadas macam Jasad, Forgotten, Sacrilegious, Sonic Torment, Morbus Corpse, Tympanic Membrane, Infamy, Burger Kill dan sebagainya. Di sinilah kemudian pada awal 1995 terbit fanzine musik pertama di Indonesia yang bernama Revograms Zine. Editornya Dinan, adalah vokalis band Sonic Torment yang memiliki single unik berjudul “Golok Berbicara”. Revograms Zine tercatat sempat tiga kali terbit dan kesemua materi isinya membahas band-band metal/hardcore lokal maupun internasional.

Kemudian taklama kemudian fanzine indie seperti Swirl, Tigabelas, Membakar Batas dan yang lainnya ikut meramaikan media indie. Ripple dan Trolley muncul sebagai majalah yang membahas kecenderungan subkultur Bandung dan juga lifestylenya. Trolley bangkrut tahun 2002, sementara Ripple berubah dari pocket magazine ke format majalah standar. Sementara fanzine yang umumnya fotokopian hingga kini masih terus eksis.

Serunya di Bandung tak hanya musik ekstrim yang maju tapi juga scene indie popnya. Sejak Pure Saturday muncul, berbagai band indie pop atau alternatif, seperti Cherry Bombshell, Sieve, Nasi Putih hingga yang terkini seperti The Milo, Mocca, omogenic. Begitu pula scene ska yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum trend ska besar. Band seperti Noin Bullet dan Agent Skins sudah lama mengusung genre musik ini.

Siapapun yang pernah menyaksikan konser rock underground di Bandung pasti takkan melupakan GOR Saparua yang terkenal hingga ke berbagai pelosok tanah air. Bagi band-band indie, venue ini laksana gedung keramat yang penuh daya magis. Band luar Bandung manapun kalau belum di baptis di sini belum afdhal rasanya. Artefak subkultur bawah tanah Bandung paling legendaris ini adalah saksi bisu digelarnya beberapa rock show fenomenal seperti Hullabaloo, Bandung Berisik hingga Bandung Underground. Jumlah penonton setiap acara-acara di atas tergolong spektakuler, antara 5000 – 7000 penonton! Tiket masuknya saja sampai diperjualbelikan dengan harga fantastis segala oleh para calo. Mungkin ini merupakan rekor tersendiri yang belum terpecahkan hingga saat ini di Indonesia untuk ukuran rock show underground.

Sempat dijuluki sebagai barometer rock underground di Indonesia, Bandung memang merupakan kota yang menawarkan sejuta gagasan-gagasan cerdas bagi kemajuan scene nasional. Booming distro yang melanda seluruh Indonesia saat ini juga dipelopori oleh kota ini. Keberhasilan menjual album indie hingga puluhan ribu keping yang dialami band Mocca juga berawal dari kota ini. bahkan Burger Kill, band hardcore Indonesia yang pertama kali teken kontrak dengan major label, Sony Music Indonesia, juga dibesarkan di kota ini. Belum lagi majalah Trolley (RIP) dan Ripple yang seakan menjadi reinkarnasi Aktuil di zaman sekarang, tetap loyal memberikan porsi terbesar liputannya bagi band-band indie lokal keren macam Koil, Kubik, Balcony, The Bahamas, Blind To See, Rocket Rockers, The Milo, Teenage Death Star, Komunal hingga The S.I.G.I.T. Coba cek webzine Bandung, Death Rock Star (www.deathrockstar.tk) untuk membuktikannya. Asli, kota yang satu ini memang nggak ada matinya.

2. UNDERGROUND VS IDEALISME
Kata underground periode tahun 90-04 sempat naik daun, dan jadi basis sayap kiri bagi kalangan musisi independen. Di Bandung basis kelompok musisi indie, kata underground diterjemahkan sebagai bawah tanah, dengan arti khusus kebebasan buat berkarya.
“Kami menyebut underground sebagai spirit bermusiknya. Di Bandung underground nggak ada yang istilah paling hebat. Jadi, semua bersaing. Semua memiliki kubu dan massa masing-masing. Beda dengan di Jakarta, dulu ada satu grup yang menjadi pimpinan underground. Di Sukabumi juga begitu, kata salah satu penyiar Radio MGT FM Bandung. Karena kata underground sering diartikan salah kaprah, maka bagi sebagian musisi, kata underground diartikan sebagai band-band pembawa lagu-lagu keras, “wah yang ngomomg kayanya blom lulus buat jadi musisi nih” tapi buat banyak musisi lainnya, underground bisa diisi segala macam jenis musik, selama mereka belum masuk pada major label.

Banyak band2x yang sekarang bernaung di major label, background aslinya adalah band indie juga. toh buat mereka ga ada masalah dengan penggemar panatik mereka ketika masih band indie, apa yang dicapainya sekarang adalah titik kesuksesan berkarir, soalnya kita sedang di dalam ruang lingkup rezeki kalau memang kita bisa masuk ke major label knapa ngga kita manfaatin semaksimal mungkin bukan berarti indie label ngga ngejanjiin masa depan yang bagus. ini tinggal soal peluang yang harus atau ngga diambil sama sekali.

Aliran musik dalam underground bisa sangat beragam, mau yang load voice, midlle voice sampai yang kalem pun itu bisa, yang penting semangat dalam pembawaan nya aja yang jangan di lupain. soalnya semangat / spirit ini lah yang paling penting “UNDERGROUND SPIRIT”. ambil contoh, ketika kita mendengarkan beberapa buah lagu : return of zelda-system of a down, enter sandman-metallica dan american idiot-green day. Yang kita tahu ke tiga lagu tsb sama2x load voice, sama2x dimainkan dengan peralatan musik yang ga jauh beda jenisnya, tapi kalo kita telisik lebih dalam pasti ada banyak perbedaan yang mencolok dari ke tiga nya, apalagi kalo bukan pembawaan ama spiritnya. Hal ini juga lah yang dapat membedakan jenis musik dan aliran apa yang mereka mainkan. Begitu pula dengan undergound, klo selalu di deskripsikan dengan musik yang keras, tentunya itu salah besar.

Namun memang underground lebih dekat dengan jenis musik metal. Jenis musik ini memang jauh dari incaran perusahaan rekaman besar yang, yang biasa disebut major label. Bahkan ada pendapat agak ekstrem, “Kalau band indie masuk major label, pasti konsep bermusiknya jadi beda, karena harus disesuaikan dengan pasar, dan tak dapat beridealis ria lagi.

Pendapat inilah yang ditolak oleh Beng-Beng, Jun Fan Gung Foo dan Noin Bullet dari Bandung. Noin Bullet yang memainkan musik ska-core, awalnya memang indie label, namun kini masuk lingkaran major label Warner Music Indonesia. “ Tapi musik kami tak berubah. Semua lagu yang kami jual dengan indie label, langsung diedarkan lagi oleh Warner, dengan label Warner Music Indonesia. Tanpa berubah, tanpa didikte siapapun, “ kata Chairul, gitaris Noin Bullet. Bersama Beng-Beng, ia curiga, jangan-jangan anak-anak indie banyak iri, karena Pas, Noin Bullet dan beberapa band indie lainnya bisa masuk major label, sementara mereka belum. http://www.newsmusik.net/

Ngomong2x soal idealisme, sebagian besar band2x indie mengusungnya baik dalam karya lagu, pementasan bahkan ada yang membawa idealisme tersebut dalam kehidupannya sehari – hari. Macam2x jenis idealisme yang di usung band2 indie tsb, diantaranya : Idealis terhadap isu anti kemapanan, Idealis terhadap isu anti major label, Idealis terhadap isu sosial, politik dan ekonomi bahkan ada yang lebih extrem yaitu Idealis dengan atheisme atau tidak percaya terhadap adanya Tuhan. Cuman untuk point yang ke empat ini kita akan sangat sulit untuk menjumpainya.

Banyak band-band indie yang sejak awal sudah idealis salah satunya alergi sama major label, dan tak mau menawarkan lagu2x karyanya ke sana. Padahal banyak contoh menarik tentang band-band indie yang masuk major label, seperti Netral, Pas, Jun Fan Gung Foo dan Sucker Head.

Berikut adalah sebagian kecil band2x indie asli made in bandung yang mungkin dapat gw inget, yang eksistensinya masih dapat kita jumpai :

Jack and the four man, Koil, Polyester embassy, The tomato, Rocket rocker, Alone at last, Closehead, Mobil derek, Disconnected, The s.i.g.i.t, Mocca, Tcukimay, Pure saturday, A stone A, Retrieval, Restless, Hellgods, Jeruji, Laluna, Maymelian, Burgerkill, Bak sampah dll

Akhirnya, dalam keluarga underground alias independen itu, ada jenis musik yang beragam : industrial-techno, hardcore, brutal death metal, punk, hardrock, ska, alternative, black metal dan lainnya.

3.UNDERGROUND VS INDIE
Indie Indonesia Era 2000-an
Bagaimana pergerakan scene musik independen Indonesia era 2000-an?
Kehadiran teknologi internet dan e-mail jelas memberikan kontribusi besar bagi perkembangan scene ini. Akses informasi dan komunikasi yang terbuka lebar membuat jaringan (networking) antar komunitas ini semakin luas di Indonesia. Band-band dan komunitas-komunitas baru banyak bermunculan dengan menawarkan style musik yang lebih beragam.

Trend indie label berlomba-lomba merilis album band-band lokal juga menggembirakan, minimal ini adalah upaya pendokumentasian sejarah yang berguna puluhan tahun ke depan. Yang menarik sekarang adalah dominasi penggunaan idiom indie dan bukan underground untuk mendefinisikan sebuah scene musik non-mainstream lokal. Sempat terjadi polemik dan perdebatan klasikmengenai istilah indie atau underground ini di tanah air.

Sebagian orang memandang istilah underground semakin bias karena kenyataannya kian hari semakin banyak band-band underground yang sell-out, entah itu dikontrak major label, mengubah style musik demi kepentingan bisnis atau laris manis menjual album hingga puluhan ribu keping. Sementara sebagian lagi lebih senang menggunakan idiom indie karena lebih elastis dan misalnya, lebih friendly bagi band-band yang memang tidak memainkan style musik ekstrem. Walaupun terkesan lebih kompromis, istilah indie ini belakangan juga semakin sering digunakan oleh media massa nasional, jauh meninggalkan istilah ortodoks `underground’ itu tadi.
Ditengah serunya perdebatan indie/underground, major label atau indie label, ratusan band baru terlahir, puluhan indie label ramai- ramai merilis album, ribuan distro/clothing shop dibuka di seluruh Indonesia. Infrastruktur scene musik non-mainstream ini pun kian established dari hari ke hari. Mereka seakan tidak peduli lagi dengan polarisasi indie-major label yang makin tidak substansial. Bermain musik sebebas mungkin sembari bersenang-senang lebih menjadi panglima sekarang ini
Read More..

Greeting Idul Fitri 1431 H_Reaksi Are-me Division

Greeting Idul Fitri 1431 H_Reaksi Are-me Division

Read More..

Volcom Stones (Reaksi File)

Tayangan, Minggu 3 Oktober 2010
@ Reaksi_Bandung TV
Take by Reaksi Are-me Division

Read More..

Garage Show 2 (Reaksi File)

Tayangan, Minggu 3 Oktober 2010
@ Reaksi_Bandung TV
Take by Reaksi Are-me Division

Read More..

1 Okt 2010

Discography Burgerkill

- FULL LENGHT -

Beyond Coma And Despair
Revolt! Records, 2006

Track List:
1.  Darah Hitam Kebencian
2.  We Will Bleed
3.  Shadow Of Sorrow
4.  Laknat
5.  Angkuh
6.  Suffer To Death
7.  Anjing Tanah
8.  Last Escape
9.  Agony Remains Insane
10.  Atur aku
11.  Beyond Coma And Despair
12.  Unblessing Life

Yayat Achdiyat & Burgerkill
Mixed by Yayat Achdiyat


Dua Sisi Repacked
Sony Music Ent. Indonesia, 2004

Track List:
1.  Heal The Pain
2.  Revolt!
3.  Let's Fight
4.  M.T.P.M.
5.  Hancur
6.  Sakit Jiwa
7.  My Self
8.  Rendah
9.  Homeless Crew
10.  Blank Proudness
11.  Everything Sux!
12.  Everlasting Hopes Neverending Pain

Produced by Yayat Achdiyat & Burgerkill
Mixed by Ukki
Remastered by Koh Hok laij


Berkarat
Sony Music Ent. Indonesia, 2003

Track List:
1.  Terlilit Asa
2.  Penjara Batin
3.  Berkarat
4.  Luka
5.  Tinggalkan Aku Terdiam
6.  Resah Dera Jiwa
7.  Hilang
8.  Sejuk Sebuah Dosa
9.  Gelap Tanpa Akhir
10.  Tiga Titik Hitam

Produced by Yayat Achdiyat & Burgerkill
Mixed by Yayat Achdiyat


Dua Sisi
Riotic Records, 2000

Track List:
1.  Heal The Pain
2.  Revolt!
3.  Let's Fight
4.  M.T.P.M.
5.  Hancur
6.  Sakit Jiwa
7.  My Self
8.  Rendah
9.  Homeless Crew
10.  Blank Proudness
11.  Everything Sux!
12.  Guilty Of Being White (Minor Threat Cover)

Produced by Yayat Achdiyat & Burgerkill
Mixed by Ukki



- COMPLETE DISCOGRAPHY -
  1. "Revolt!", "My Self", "Offered Sucks", Demo Tape, 1996.
  2. "Revolt!", MASAINDAHSEKALIBANGETPISAN CD Compilation. 40.1.24 Records, 1997.
  3. "Offered Sucks", "My Self", BREATHLESS HARDCORE Compilation, Manifest Records, 1997.
  4. "Blank Proudness", INDEPENDENT REBEL Compilation, Independent Records (Aquarius Indonesia) & Pony Canyon Records (Malaysia), 1998.
  5. "Heal The Pain", "Rendah", "Hancur", "Blank Proudness", 3 WAY SPLIT with INFIREAL (Malaysia) & Watch It Fall (Perancis), Anak Liar Records (Malaysia), 1999.
  6. "DUA SISI", MC Album, Riotic Records, 2000.
  7. "Everlasting Hope...Never Ending Pain", TICKET TO RIDE Compilation, Spill Records, 2001.
  8. "Berkarat", MC&CD Album, Sony Music Entertainment Indonesia, 2003.
  9. "DUA SISI REPACKED", MC&CD Album, Sony Music Entertainment Indonesia, 2005.
  10. "BEYOND COMA AND DESPAIR" MC&CD Album, Revolt! Records, 2006.
  11. "Shadow Of Sorrow" & "Angkuh", HANTU JERUK PURUT, Original Soundtrack Movie, Indika Ent. 2006.
"Laknat" & "Darah Hitam Kebencian", MALAM JUMAT KLIWON, Original Soundtrack Movie, Indika Ent. 2007.



- ACHIEVMENT -

  1. "Best Independent Band" nominator for NewsMusik magazine, Indonesia, 2000.
  2. Exclusive 1 year Endorsement "PUMA Sport Apparel" USA, 2001.
  3. Exclusive 2 years Endorsement "INSIGHT Clothing"Australia, 2002.
  4. "Best Metal Production" Winner ("Berkarat", Sony Music Ent.) in AMI Awards, 2004.
  5. One of Best Album ("Beyond Coma and Despair", Revolt! Records), RIPPLE magazine version, 2006.
20 Indonesian Best Album ("Beyond Coma and Despair", Revolt! Records), Rolling Stone magazine version, Indonesia, 2006.

Read More..

A SHORT STORY OF THE HEAVIEST BAND IN INDONESIA

BURGERKILL

BIOGRAPHY
Ini merupakan sebuah cerita pendek dari 12 tahun perjalanan karir bermusik dari sebuah band super keras yang telah menjadi fenomena di populasi musik keras khususnya di Indonesia. Sebuah band yang namanya diambil dari selewengan sebuah nama restaurant fast food asal Amerika, ya mereka adalah Burgerkill band asal origin Ujungberung, tempat orisinil tumbuh dan berkembangnya komunitas Death Metal / Grindcore di daerah timur kota Bandung. Band lulusan scene Uber ( nama keren Ujungberung ) selalu dilengkapi gaya Stenografi Tribal dan musik agresif yang super cepat, Jasad, Forgotten, Disinfected, dan Infamy to name a few.

Burgerkill berdiri pada bulan Mei 1995 berawal dari Eben, scenester dari Jakarta yang pindah ke Bandung untuk melanjutkan sekolahnya. Dari sekolah itulah Eben bertemu dengan Ivan, Kimung, dan Dadan sebagai line-up pertamanya. Band ini memulai karirnya sebagai sebuah side project yang ga punya juntrungan, just a bunch of metal kids jamming their axe-hard sambil menunggu band orisinilnya dapat panggilan manggung. Tapi tidak buat Eben, dia merasa bahwa band ini adalah hidupnya dan berusaha berfikir keras agar Burgerkill dapat diakui di komunitasnya. Ketika itu mereka lebih banyak mendapat job manggung di Jakarta melalui koneksi Hardcore friends Eben, dari situlah antusiasme masyarakat underground terhadap Burgerkill dimulai dan fenomena musik keras tanpa sadar telah lahir di Indonesia.

Walhasil line-up awal band ini pun tidak berjalan mulus, sederet nama musisi underground pernah masuk jajaran member Burgerkill sampai akhirnya tiba di line-up solid saat ini. Ketika dimulai tahun 1995 mereka hanya berpikir untuk manggung, pulang, latihan, manggung lagi dst. Tidak ada yang lain di benak mereka, tapi semuanya berubah ketika mereka berhasil merilis single pertamanya lewat underground phenomenon Richard Mutter yang merilis kompilasi cd band-band Bandung pada awal 1997. Nama lain seperti Full Of Hate, Puppen, dan Cherry Bombshell juga bercokol di kompilasi yang berjudul "Masaindahbangetsekalipisan" tersebut. Memang masa itu masa indah musik underground. Everything is new and new things stoked people! Tidak tanggung lagu Revolt! dari Burgerkill menjadi nomor pembuka di album yang terjual 1000 keping dalam waktu singkat ini.

Setelah mengenal nikmatnya menggarap rekaman, anak anak ini tidak pernah merasa ingin berhenti, dan pada akhir tahun 1997 mereka kembali ikut serta dalam kompilasi "Breathless" dengan menyertakan lagu "Offered Sucks" didalamnya. Awal tahun 1998 perjalanan mereka berlanjut dengan rilisan single Blank Proudness, pada kompilasi band-band Grindcore Ujungberung berjudul "Independent Rebel". Yang ketika itu dirilis oleh semua major label dengan distribusi luas di Indonesia dan juga di Malaysia. Setelah itu nama Burgerkill semakin banyak menghias concert flyers di seputar komunitas musik underground. The Antics went higher, semakin banyak fans berat menunggu kehadiran mereka diatas panggung. Burgerkill sang Hardcore Begundal!

Disekitar awal tahun 1999, mereka mendapat tawaran dari perusahaan rekaman independent Malaysia, Anak Liar Records yang berakhir dengan deal merilis album Three Ways Split bersama dengan band Infireal (Malaysia) dan Watch It Fall (Perancis). Hubungan dengan network underground di Malaysia dan Singapura berlanjut terus hingga sekarang. Burgerkill menjadi langganan cover zine independent di negara-negara tersebut dan berimbas dengan terus bertambahnya fans mereka dari negeri Jiran. Di tahun 2000, akhirnya Burgerkill berhasil merilis album perdana mereka dengan title "Dua Sisi" dan 5000 kaset yang di cetak oleh label indie asal Bandung, Riotic Records ludes habis dilahap penggemar fanatik yang sudah tidak sabar menunggu sejak lama. Di tahun yang sama, band ini juga merilis single "Everlasting Hope Never Ending Pain" lewat kompilasi "Ticket To Ride", sebuah album yang benefitnya disumbangkan untuk pembangunan sebuah skatepark di kota Bandung.

Single terakhir menjadi sebuah jembatan ke era baru Burgerkill, dimana masa awal mereka lagu-lagu tercipta hasil dari pengaruh band-band Oldschool Hardcore, Name it: Minor Threat, 7 Seconds, Gorilla Biscuits, Youth of Today, Sick of it All, Insted, Etc. Seiring dengan waktu, mereka mulai untuk membuka pengaruh lain. Masuklah pengaruh dari band band Modern Metal dan Newschool Hardcore dengan beat yang lebih cepat dan lebih agresif, selain itu juga riff-riff powerchord yang enerjik menjadi bagian kental pada lagu-lagu Burgerkill serta dilengkapi oleh fill-in gitar yang lebih menarik. Anak-anak ini memang tidak pernah puas dengan apa yang mereka hasilkan, mereka selalu ingin berbuat lebih dengan terus membuka diri pada pengaruh baru. Hampir semua format musik keras dilahap dan di interprestasikan kedalam lagu, demikianlah Burgerkill berkembang menjadi semakin terasah dan dewasa. Lagu demi lagu mereka kumpulkan untuk menjadi sebuah materi lengkap rilisan album kedua.

Beberapa Mainstream Achievement pun sempat mereka rasakan, salah satunya menjadi nominator Band Independent Terbaik ala majalah NewsMusik di tahun 2000. Awal tahun 2001 pun mereka berhasil melakukan kerjasama dengan sebuah perusahaan produk sport apparel asal Amerika: PUMA yang selama 1 tahun mensupport setiap kali Burgerkill melakukan pementasan. Dan sejak Oktober 2002 sebuah produk clothing asal Australia: INSIGHT juga mensupport dalam setiap penampilan mereka.

Pertengahan Juni 2003, Burgerkill menjadi band Hardcore pertama di Indonesia yang menandatangani kontrak sebanyak 6 album dengan salah satu major label terbesar di negeri ini, Sony Music Entertainment Indonesia. Dan setelah itu akhir tahun 2003, Burgerkill berhasil merilis album kedua mereka dengan title "Berkarat". Lagu-lagu pada album ini jauh lebih progressif dan penuh dengan teknik yang lebih terasah dibandingkan album sebelumnya. Hampir tidak ada lagi nuansa straight forward dan moshpart sederhana ala band standard Hardcore yang tercermin dari single-single awal mereka. Pada sector vocal dengan tetap mengedepankan nuansa depresif dan kelam, karakter vocal Ivan sang vokalis Bengal lebih berani dimunculkan dengan penulisan bahasa pertiwi dan artikulasi kata yang lebih jelas. Dan di sector musik pun, Toto, Eben, Andris dan gitaris baru mereka Agung semakin berani menjelajahi daerah-daerah baru yang sebelumnya tidak pernah dijajaki kelompok musik keras manapun di Indonesia.

Sebuah kejutan hadir pada pertengahan tahun 2004, lewat album "Berkarat" Burgerkill masuk kedalam salahsatu nominasi dalam salah satu event Achievement musik terbesar di Indonesia "Ami Awards". Dan secara mengejutkan mereka berhasil menyabet award tahunan tersebut untuk kategori "Best Metal Production". Sebuah prestasi yang mungkin tidak pernah terlintas di benak mereka, dan bagi mereka hal tersebut merupakan sebuah tanggung jawab besar yang harus mereka buktikan melalui karya-karya mereka selanjutnya.

Di awal tahun 2005 di tengah kesibukan mereka mempersiapkan materi untuk album ketiga, Toto memutuskan untuk meninggalkan band yang telah selama 9 tahun dia bangun bersama. Namun kejadian ini tidak membuat anak-anak Burgerkill putus semangat, mereka kembali merombak formasinya dengan memindahkan Andris dari posisi Bass ke posisi Drums dan terus melanjutkan proses penulisan lagu dengan menggunakan additional bass player. Sejalan dengan selesainya penggarapan materi album ketiga, tepatnya November 2005, Burgerkill memutuskan kontrak kerjasama dengan Sony Music Entertainment Indonesia dikarenakan tidak adanya kesepakatan dalam pengerjaan proyek album ketiga. So guys...these kids always have a great spirit to keep blowing their power, dan akhirnya mereka sepakat untuk tetap merilis album ke-3 "Beyond Coma And Despair" di bawah label mereka sendiri Revolt! Records di pertengahan Agustus 2006. Album ketiga yang memiliki arti sangat dalam bagi semua personil Burgerkill baik secara sound, struktur, dan format musik yang mereka suguhkan sangat berbeda dengan dua album sebelumnya. Materi yang lebih berat, tegas, teknikal, dan berani mereka suguhkan dengan maksimal disetiap track-nya.

Namun tak ada gading yang tak patah, sebuah musibah terbesar dalam perjalanan karir mereka pun tak terelakan, Ivan sang vokalis akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya ditengah-tengah proses peluncuran album baru mereka di akhir Juli 2006. Peradangan pada otaknya telah merenggut nyawa seorang ikon komunitas musik keras di Indonesia. Tanpa disadari semua penulisan lirik Ivan pada album ini seolah-olah mengindikasikan kondisi Ivan saat itu, dilengkapi alur cerita personal dan depresif yang terselubung sebagai tanda perjalanan akhir dari kehidupannya. "Beyond Coma And Despair" sebuah album persembahan terakhir bagi Ivan Scumbag yang selama ini telah menjadi seorang teman, sahabat, saudara yang penuh talenta dan dedikasi dengan disertai karakter karya yang mengagumkan. Burgerkill pun berduka, namun mereka tetap yakin untuk terus melanjutkan perjalanan karir bermusik yang sudah lebih dari 1 dekade mereka jalani, dan sudah tentu dengan menghadirkan seorang vokalis baru dalam tubuh mereka saat ini. Akhirnya setelah melewati proses Audisi Vokal, mereka menemukan Vicki sebagai Frontman baru untuk tahap berikutnya dalam perjalanan karir mereka.

Dan pada awal Januari 2007 mereka telah sukses menggelar serangkaian tour di kota-kota besar di Pulau Jawa dan Bali dalam rangka mempromosikan album baru mereka. Target penjualan tiket di setiap kota yang didatangi selalu mampu mereka tembus, dan juga ludesnya penjualan tiket di beberapa kota menandakan besarnya antusiasme masyarakat musik cadas di Indonesia terhadap penampilan Burgerkill. A written story just wouldn't enough, tunggu kejutan dan dengarkan album baru mereka, tonton konsernya dan rasakan sensai musik keras yang tak akan kamu lupakan...BURGERKILL HARDCORE BEGUNDAL IN YOUR FACE, WHATEVER!!!
Read More..

Ujungberung Rebels, Sebuah Fenomena

Oleh Kimung

 Dalam setiap wawancara, Bebi, penabuh drum Beside, selalu menyebutkan jika mereka adalah band kecil dan tidak menyangka akan memiliki massa lebih dari 1.000 penggemar. Satu yang Bebi lupa, Beside adalah salah satu band yang tumbuh di komunitas metal tertua, sekaligus paling bertahan di Bandung atau mungkin di Indonesia, Ujungberung Rebels.
Ujungberung 1990
Tak jelas kapan rock/metal masuk ke Ujungberung. Agaknya, sejak booming heavy metal di Indonesia pertengahan tahun 1980-an, Ujungberung tak ketinggalan tren ini. Dalam kondisi yang sangat terbatas, beberapa gelintir kaum muda Ujungberung membentuk band dan memainkan lagu-lagu band rock favorit mereka.
Kang Koeple (kakak Yayat-produser Burgerkill) dan Kang Bey (kakak Dani-Jasad) bisa disebutkan sebagai generasi awal. Pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an, mereka memainkan lagu rock semacam Deep Purple, Led Zeppelin, Queen, dan Iron Maiden selain menciptakan lagu sendiri.
Pada era ini, kultur panggung yang sedang berkembang luas adalah kultur festival. Band tanding di sebuah festival musik dan yang menang dihadiahi dapur rekaman. Rudal Rock Band adalah band ikon zaman ini. Penonton selalu tercengang jika menyaksikan band ini di atas pentas.
Ketercengangan itu juga yang menginspirasi generasi adik-adik Kang Koeple dan Kang Bey untuk mendirikan band. Tahun 1991 di Ujungberung lahir band ikon awal Ujugberung Rebels, Funeral yang digawangi Iput, Uwo, Agus, dan Aam. Mereka memainkan lagu-lagu Sepultura, Napalm Death, Terrorizer. Tak lama setelah Funeral, lahir Necromancy yang dibidani Dinan, Oje, Punky, Boy. Mereka memainkan lagu-lagu Carcass dan Megadeth. Dua band ini bermarkas di sebelah barat Ujungberung, tepatnya di kawasan Taruna Parahyangan, Sukaasih.
Di pusat kota Ujungberung, berdiri Orthodox yang membawakan nomor-nomor dari Sepultura dan digawangi Yayat, Dani, Agus, dan Andris. Sementara itu, di Ujungberung sebelah timur, kawasan Tirtawening, Cilengkrang I, berdiri Jasad (Yulli, Tito, Hendrik, Ayi).
Di kawasan Manglayang, Cilengkrang II berdiri band metal Monster dengan motor gitaris Ikin, didukung Yadi, Abo, Yordan, Kenco, dan Kimung. Mereka membawakan lagu-lagu ciptaan sendiri, berkiblat ke musik heavy dan thrash metal.
Faktor teknologi komunikasi berperan besar dalam mempersatukan band-band ini. Masa itu teknologi komunikasi yang berkembang adalah "radio 2 meteran" atau sering disebut brik-brikan. Dinan (Necromancy) kenal dengan Uwo-Agus (Funeral) dari jamming brik-brikan. Pun di kawasan Manglayang, para personel Monster adalah para pecandu brik-brikan. Mereka berbincang, saling tukar informasi, dan akhirnya bertemu, membuat band, dan membangun komunitas.
Faktor kawan sesekolah juga menjadi stimulan terbentuknya sebuah band. SMP 1 Ujungberung--kini SMP 8 Bandung--menyumbangkan Toxic (Addy-Ferly-Cecep-Kudung) yang merupakan cikal bakal dari Forgotten.
Band anak-anak SMP ini berdiri sekitar tahun 1991 atau 1992. Selain SMP Ujungberung, SMA Ujungberung (kini SMA 24 Bandung) dan SMA KP 2 adalah penyumbang utama musisi muda yang kelak menjadi generasi pendobrak Ujungberung Rebels.
Era ini juga ditandai dengan adanya Radio Salam Rama Dwihasta yang memiliki program memutarkan musik-musik metal. Nama programnya "Bedebah", singkatan dari Bandung Death Metal Area. Ketika permetalan saat itu didominasi heavy metal, "Bedebah" sudah menggeber gelombang dengan Napalm Death, Carcass, Terrorrizer, Morbid Angel. Dua penyiarnya adalah Agung dan Dinan, dan kabarnya mereka masih berseragam putih abu saat itu. Di balik usia belia mereka, terdapat semangat pionir dalam upaya menyebarkan musik metal di Ujungberung dan Bandung.
"Homeless crew"
Kultur festival yang dirasa kurang bersahabat karena begitu banyak syarat dalam berekspresi, membuat gerah segelintir musisi muda. Akhir tahun 1993, muncul kekuatan baru dari Ujungberung, ditandai dengan berdirinya Studio Palapa. Studio ini segera menjadi kawah candradimuka band-band Ujungberung hingga melahirkan band-band besar, kru-kru yang solid, dan musisi-musisi jempolan. Studio Palapa juga yang kemudian melahirkan rilisan-rilisan kaset pertama di Indonesia.
Mereka merekam lagu-lagu dengan biaya sendiri, mendistribusikan sendiri, melakukan semua dengan semangat do it yourself. Dari 10 band independen di Indonesia yang tercatat majalah Hai tahun 1995, tiga di antaranya berasal dari Ujungberung. Mereka adalah Sonic Torment, Jasad, dan Sacrilegious. Label dan perusahaan rekaman yang mereka kibarkan adalah Palapa Records.
Tahun 1995, di Ujungberung berdiri sebuah perkumpulan anak-anak metal bawah tanah yang menamakan diri sebagai Extreme Noise Grinding (ENG). ENG digagas antara lainYayat dan Dinan sebagai wadah kreativitas anak-anak Ujungberung. Propaganda awal mereka adalah membuat sebuah media sharing antar dan inter komunitas musik metal bawah tanah berbentuk zine dengan nama Revograms. Zine ini disebut-sebut sebagai zine pertama di komunitas musik bawah tanah dan juga komunitas independen Indonesia.
Revogram digagas Dinan dan dilaksanakan tim redaksi Revogram beranggotakan Ivan, Kimung, Yayat, Dandan, Sule, Gatot. Propaganda selanjutnya adalah membuat acara musik Bandung Berisik Demo Tour yang lalu dikenal sebagai Bandung Berisik I. Di acara ini lima belas band Ujungberung unjuk gigi, ditambah bintang tamu Insanity dari Jakarta.
Setelah Bandung Berisik, dibuat kompilasi band-band Ujungberung. Kompilasi tersebut memuat 16 band metal Ujungberung dan bertajuk Ujungberung Rebels. Kompilasi ini dirilis Musica dengan judul Independen Rebels dengan nilai transaksi Rp 14 juta tahun 1998. Namun demikian, nama Ujungberung Rebels tak lantas pudar. Nama ini lalu lekat erat menjadi identitas komunitas musik metal bawah tanah Ujungberung, berdampingan dengan nama Homeless Crew yang merujuk pada gaya hidup musisi Ujungberung yang hidup di jalanan dan bohemian.
Keuntungan kompilasi Independen Rebels dijadikan modal mendirikan Rebellion, sebuah distro yang menampung kreativitas masyarakat musik bawah tanah oleh Yayat selaku produser. Rebellion belakangan bersinergi dengan Pisces Studio, sebuah studio yang dikelola Dandan setelah pengelola Studio Palapa menjual alat-alat band kepadanya tahun 1997.
Dinamika itu juga ditunjang dengan rilisnya berbagai zine, seperti Ujungberung Update yang khusus mengetengahkan kabar-kabar terbaru komunitas musik metal bawah tanah Ujungberung, Bandung, dan dunia. Setelah Ujungberung Update, lahir Crypt from the Abyss yang diasuh oleh Opick Dead, gitaris Sacrilegious yang khusus memuat kabar dari musik black metal, Loud n` Freaks yang diasuh oleh Toto yang khusus memuat kabar dari scene hardcore dan punk rock, serta The Evening Sun yang diasuh Dandan sang drummer Jasad yang menyuguhkan kabar-kabar mengenai scene music gothic-metal.
Zine yang terus bergerak hingga kini adalah Rottrevore yang diasuh oleh Rio serta Ferly, gitaris Jasad. Zine ini merupakan media propaganda musik metal. Belakangan, Rottrevore berkembang menjadi perusahaan rekaman khusus musik metal. Rottrevore dimiliki grinder Jakarta, Rio, tapi dikelola oleh anak-anak Ujungberung Rebels. Saat itu, komunitas Ujungberung Rebels berkembang semakin besar.
Tempaan para pionir kepada komunitasnya tak kenal henti. Mereka juga membina kru yang terdiri dari teknisi, engineer, hingga semacam "pasukan tempur" khusus yang berani memasang badan jika terjadi bentrokan dengan preman-preman. "Pasukan tempur" itu dinamakan Baby Riots dan dipimpin oleh Butchex, vokalis band The Cruels. Belakangan, setelah situasi semakin kondusif, Baby Riots diarahkan menjadi kru yang khusus menangani masalah keamanan event-event yang digelar Ujungberung Rebels.
"Achievements dan Events"
Didukung kru yang solid, musikalitas para musisi Ujungberung semakin tak terbendung. Berbagai rekaman dirilis di komunitas ini dan mewarnai dinamika pergerakan musik metal bawah tanah di Indonesia. Beberapa band sempat dirilis di luar negeri, seperti Jasad yang dirilis di Amerika dan Forgotten di Jerman dan Eropa Timur.
Pencapaian fenomenal lainnya jelas diraih Burgerkill yang kemudian menjebol label besar, Sony Music Indonesia untuk kontrak enam album, sekaligus mendapatkan penghargaan prestisius di bidang musik dalam ajang Anugerah Musik Indonesia 2004 dengan menyabet kategori Best Metal Production untuk albumnya "Berkarat". Belakangan, Burgerkill meninggalkan label besar mereka setelah merasa tak bisa lagi jalan bersama.
Ini pula yang menjadi titik lahirnya label Revolt! Records yang menaungi album ketiga Burgerkill, "Beyond Coma and Despair". Album ini sangat sukses dan fenomenal dalam pencapaian Burgerkill dan jelas komunitas Ujungberung Rebels. Berbagai kritik positif dan penghargaan datang menyambut album ini. Terakhir, "Beyond Coma and Despair" dinobatkan majalah Rolling Stone sebagai salah satu dari 150 album sepanjang masa di Indonesia. Burgerkill memang layak mendapatkan itu, setelah sebelumnya mereka membayar dengan harga yang tak terhingga, meninggalnya sang vokalis, Ivan Scumbag.
Kuatnya para musisi Ujungberung dalam memegang prinsip membuat komunitas ini tetap hidup dan dinamis hingga sekarang. Idealisme itu kemudian mereka manifestasikan dalam pergelaran-pergelaran musik yang mereka garap sendiri dan pada akhirnya membuaka ruang juga untuk musisi-musisi di luar Ujungberung untuk ikut berpartisipasi dalam dinamika Ujungberung Rebels.
Tiga pergelaran musik yang khas Ujungberung Rebels selain event legendaris Bandung Berisik, adalah Rebel Fest, Rottrevore Death Fest, dan Death Fest. Yang menarik, dari pergelaran ini adalah fakta bahwa pergelaran menjadi salah satu ajang regenerasi komunitas Ujungberung Rebels.
Selain itu, anak-anak Ujungberung menjadikan pergelaran mereka sebagai ajang mempertunjukan kesenian tradisional sebagai pembuka atau penutup acara. Salah satunya adalah kesenian debus yang ditanggap anak-anak Ujungberung di ajang Death Fest II tahun 2007 ketika mereka bersinergi dengan komunitas Sunda Underground. Yang paling mengagumkan dari pergelaran yang digelar anak-anak Ujungberung adalah prestasi mereka mengumpulkan 25.000 penonton dalam acara Bandung Berisik IV di Stadion Persib, Bandung tahun 2004. Pencapaian ini diklaim memecahkan rekor pergelaran musik bawah tanah terbesar se-Asia oleh majalah Time Asia.
Ekonomi kreatif
Dinamika pergerakan Ujungberung Rebels merambah juga sektor perekonomian. Kini, setidaknya ada tiga lahan garapan ekonomi kreatif yang berkembang di komunitas Ujungberung Rebels, yaitu fashion, rekaman, dan literasi. Setidaknya ada enam industri fashion yang digagas para pentolan Ujungberung Rebels, mulai dari Media Graph dan distro Chronic Rock yang dijalankan Eben, Distribute yang dijalankan Pey, Reek yang dijalankan Ferly dan Man, Melted yang dijalankan Amenk dan Andris, CV Mus yang dijalankan Mbie, serta Scumbag Premium Throath.
Di industri rekaman, Ujungberung memiliki dua perusahaan rekaman, Rottrevore Records yang dijalankan Rio dan Ferly serta Revolt! Records yang dijalankan Eben. Sementara itu, di dunia literasi ada Iit dengan toko buku Omuniuum-nya serta Kimung dengan zine MinorBacaanKecil dan penerbitan Minor Books yang menerbitkan biografi Ivan, Myself: Scumbag Beyond Life and Death, sebuah buku fenomenal, bagian dari trilogi sejarah Ujungberung Rebels dan Bandung Underground.
Tentu selain tiga lahan garapan tersebut masih banyak yang lainnya seperti bisnis warnet, toko musik, dan sentra kuliner. Semua lahan garapan pentolan-pentolan anak-anak Ujungberung Rebels tersebut jelas membuka lebar perbaikan perekonomian minimal di kalangan internal komunitas Ujungberung Rebels.
Segala pencapaian itu tak datang dengan sendirinya. Daya konsistensi yang tinggi dan idealisme yang teguh digenggam satu tangan, sementara tangan yang lain menghajar jalanan dengan senjata kreativitas adalah kuncinya. Di atas segalanya, keteguhan prinsip, panceg dina jalur, tidak gamang menghadapi perubahan juga berperan sangat dalam. Segala pencapaian itu harus dikelola dengan sinergi yang positif di antara lahan-lahan garapan kreativitas sehingga akan terus berkembang dan pada gilirannya menyumbangkan hal positif bagi masyarakat kebanyakan. Sebuah sentra bisnis dan pusat pengembangan budaya di Ujungberung pasti akan menjadi wadah yang menampung segala aspirasi dan hasil kreativitas mereka menuju totalitas yang paling maksimal.
Minimal gedung konser yang di dalamnya terdapat juga youth center, dan pusat dokumentasi dan pengembangan riset sosial budaya yang memadai. Berangan-angan? Tidak juga! Panceg dina jalur! 


Penulis, guru, penulis, editor MinorBacaanKecil. 

Read More..